Wednesday, 21 November 2012

Sewa Guna Usaha


A. Pengertian
Beberapa pengertian yang dikemukakan menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut:
Financial Accounting Standard Board (FASB 13), leasing adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu. Menurut  The International Accounting Standard (LAS 17), leasing adalah suatu perjanjian dimana lessormenyediakan barang atau aset dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut The Equipment Leasing Association (ELA-UK), leasing adalah suatu kontrak antara lessor dengan lessee untuk penyewaan suatu jenis barang atau asset tertentu langsung, dari pabrik atau agen penjual oleh lessee.
Keputusan bersama Mentri Keuangan, Mentri Perindustrian dan Mentri Perdagangan No. Kep. 1221MK/TV/74, No. 30/Kph/I/74 tertanggal 7 Januari 1974, leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Keputusan Mentri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tentang kegiatanleasing atau sewa guna usaha. Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun leasing tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan leasing dimana lessee pada akhir kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sedangkan yang dimaksud dengan operating lease adalah kegiatan leasing dengan lease pada akhir kontrak tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing.

 B. Ciri kegiatan leasing
Dari segi pandangan hukum, kegiatan leasing memiliki 4 ciri, yaitu:
Perjanjian antara lessor dengan pihak lessee
b.   Berdasarkan perjanjian leasing, lessor mengalihkan hak penggunaan barang kepada pihak lessee
c.   Lessee membayar kepada lessor uang sewa atas penggunaan barang atau aset
d.   Lessee mengembalikan barang atau aset tersebut kepada lessor pada akhir periode yang ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomi barang tersebut.

C. Mekanisme Leasing
Dalam transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 pihak yang berkepentingan, antara lain:
a.   Lessor
Yaitu perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal.
Lessee
Yaitu perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
Supplier
Yaitu perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.
Bank atau Kreditur
Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditur  tidak terlibat secara langsung dalam  kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.

D. Manfaat Leasing
  • Pembiayaan melalui leasingmemberikan beberapa keuntungan, antara lain:
  • Menghemat modal
  • Diversivikasi sumber-sumber pembiayaan
  • Persyaratan yang kurang ketat dan lebih fleksibel
  • Biaya lebih murah
  • Off-Balance Sheet
  • Menguntungkan arus kas
  • Memperoleh proteksi inflasi
  • Memperoleh perlindungan akibat kemajuan teknologi dan keusangan
  • Kesederhanaan dokumentasi
  • Sumber pelunasan kewajiban
  • Kapitalisasi biaya
  • Kemudahan penyusunan anggaran
  • Pembiayaan proyek skala besar

E.Asuransi dalam Pembiayaan Sewa Guna Usaha
            Untuk menghindari resiko kerugian yang besar dalam kegiatan leasing, dilibatkan asuransi dalam proses leasing. Oleh karenanya dalam perjanjian kontrak, ditegaskan adanya asuransi yang biasanya ditanggung oleh lessee. Pihak lessee harus menanggung premi asuransi dengan alasan lessee adalah pihak yang mengerti seluk beluk barang modal yang digunakan dan pihak lessor hanya mendapatkan keuntungan dari selisih antara coist of funddengan tingkat bunga yang ditawarkan kepada lessee.

F. Pembayaran Sewa Leasing
     Besarnya uang sewa yang dibayarkan oleh lessee terdiri dari unsur bunga dan cicilan pokok yang jumlahnya selalu berubah-ubah. Pembayaran bunga tersebut akan semakin kecil sejalan dengan penurunan saldo pokok. Pembayaran sewa dapat dilakukan dengan menggunakan 2 cara, yaitu:
Payment in advance atau pembayaran di muka
Yaitu pembayaran angsuran pertama dilakukan pada saat realisasi. Angsuran ini hanya mengurangi hutang pokok karena saat itu belum dikenakan bunga.
Payment in arrears atau pembayaran sewa dibelakang
Yaitu angsuran yang dilakukan pada priode berikutnya setelah realisasi. Angsuran ini mengandung unsur buinga dan anvgsuran pokok.
Besarnya pembayaran sewa pada setiap priode ditentukan oleh beberapa faktor berikut ini:
a)      Nilai barang modal
b)      Simpanan jaminan
c)      Nilai sisa
d)     Jangka waktu
e)      Tingkat bunga

G. Hukum Seputar Leasing
     Dalam realitasnya, leasing merupakan suatu akad untuk menyewa sesuatu akad untuk menyewa sesuatu barang  dalam kurun waktu tertentu. Leasing  ini ada dua kategori global, yaitu operating lease dan financial lease. Operating lease merupakan suatu proses menyewa suatu barang untuk mendapatkan hanya manfaat barang yang disewanya, sedangkan barangnya itu sendiri tetap merupakan milik bagi pihak pemberi sewa. Sewa jenis pertama ini berpadanan dengan konsep ijarah di dalam syariah islam yang secara hukum Islam diperbolehkan dan tidak ada masalah.
     Adapun financial lease meerupakan suatu bentuk sewa dimana kepemilikan barang tersebut berpindah dari pihak pemberi sewa kepada penyewa. Bila dalam masa aktif sewa pihak penyewa tidak dapat melunasi sewanya, barang tersebut tetap merupakan milik pemberi sewa (perusahaan leasing). Akadnya dianggap sebagai akad sewa. Sedangkan bila pada masa akhir sewa pihak penyewa dapat melunasi cicilanya maka barang tersebut menjadi milik penyewa. Biasanya pengalihan pemilikan ini dengan alasan hadiah pada akhir penyewaan, pemberian cuma-cuma, atau janji dan alasan lainnya. Intinya, dalam financial lease terdapat dua proses akad sekaligus sewa sekaligus beli. Dan inilah sebabnya mengapa leasing bentuk ini disebut sebagai sewa-beli. Leasing dalam dalam tulisan ini dikhususkan pada pembahasan finansial leasing atau sewa-beli ini.

H. Samakah Pembiayaan Ijarah dengan Leasing?
     Ijarah adalah salah satu prinsip syariah yang digunakan untuk memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah oleh bank syariah menurut UU no. 10/1998. Secara fikih ijarah didefinisikan oleh Fatwa DSN MUI sebagaiakad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
     Perlu digaris bawahi bahwa ijarah sebagaimana yang didefinisikan oleh DSN MUI tersebut adalah prinsip syariah yang digunakan dalam pembiayaan, bukan akad atau perjanjian pembiayaan itu sendiri. Bila ijarah secara fikih merupakan suatu akad sewa menyewa, maka dalam konteks UU no. 10/1998 ijarah adalah suatu prinsip dalam penyediaan uang atau tagihan.
     Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebutsetelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Prinsip syariah itu antara lainpembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina, istilah ini dipermahkan dengan istilah ijarah mumtahiay bi tamlik). Jadi, perjanjian pembiayaan ijarah dapat diartikan sebagai suatu perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa menyewa, bukan kegiatan sewa menyewa itu sendiri.
     Definisi pembiayaan yang digunakan dalam UU 10/1998 sebenarnya sangat mirip dengan definisi kredit menurut UU yang sama. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan ataui kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

I.  Beda kredit, pembiayaan, dengan leasing
     Terdapat perbedaan antara kredit (yang diberikan oleh bank konvensional), pembiayaan (yang diberikan oleh bank syariah) dengan leasing (yang diberikan olehperusahaan pembiayaan). oleh karenanya ketentuan hukum tentang pinjam meminjam dalam buku ketiga KUH Perdata tidak berlaku terhadap leasing. Demikian juga tidak berlaku untuk leasing segala ketentuan perbankan yang ada.
     Kredit dan pembiayaan ijarah bertujuan menyediakan dana sementara leasing bertujuan menyewakan barang modal. Kredit terfokus pada uang, jadi kreditur bukan pemilik dari barang yang didanai. Pembiayaan ijarah pada dasarnya mempunyai definisi yang sama dengan kredit, bedanya pada prinsip syariah yang digunakan. Perbedaan yang kedua adalah bank dapat memiliki atau tidak memiliki barang yang didanai. Sedangkan pada leasing, paling tidak secara yuridis, lessor merupakan pemilik barang modal.
     Jelaslah leasing tidak sama dengan pembiayaan ijarah. Leasing tunduk pada surat keputusan Bersama Mentri Keuangan, Mentri Perindustrian dan Menteri Perdagangan no. KEP122/MK, no 30/Kpb semuanya tahun 1974. Yang dirinci dalam KMK no. 649,Pengumuman drijen Moneter no. Peng-307; untuk aspek perpajakan diatur dalam KMK no. 650, semuanya tahun 1974. Setelah berbagai aturan yang dikeluarkan ditahun 1974, ada beberapa praturan lagi yang mengatur tentang leasing, termasuk untuk aspek perpajakan yang diatur dalam UU no.18/2000 dan PP 143 & PP 144 tahun 2000. Sedangkan pembiayaan ijarah tunduk pada UU no. 10/1998, SK Dir BI no. 32/34/1999, dan berbagai ketentuan perbankan lainnya.

 J. Beda Ijarah, Sewa Menyewa, Pembiayaan Ijarah dan Leasing
     Pembiayaan Ijarah tidak sama dengan ijarah. Ijarah mempunyai definisi yang sama dengan definisi sewa menyewa. Sedangkan pembiayaan ijarah mempunyai definisi yang sangat mirip dengan definisi kredit, kecuali dalam penggunaan prinsip syariah pada pembiayaan ijarah. Ijarah adalah akad sewa menyewa, sedangkan pembiayaan ijarah adalah perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa menyewa.
     Pada leasing, lessor berkedudukan sebagai penyandang dana, baik tunggal atau bersama-sama dengan penyandang dana lainnya. Sementara objek leasing disediakan oleh pihak ketiga atau oleh lessee sendiri. Sebaliknya pada sewa menyewa biasa, barang objek sewa adalah memang miliknya lessor. Jadi kedudukan lessor adalah sebagai pihak yang menyediakan barang objek sewa.
     Pada ijarah, bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu miliknya atau bukan miliknya. Yang penting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset yang kemudian disewakannya. Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 yang menjelskan bahwa bank dapat bertindak sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang kemudian menyewakan kembali (para 129). Namun tidak seluruh satwa DSN diadopsi oleh PSAK 59,misalnya fatwa DSN mengatur bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/jasa; sedangkan PSAK 59 hanya mengakomodir objekijarah yang berupa manfaat dari barang.
     Pada pembiayaan ijarah, bank berkedudukan sebagai penyedia uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itudalam rangka penyewaan barang berdasarkan prinsip ijarah. Mengikuti penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka pembiayaan ijarah dapat digunakan untuk membiayai penyewaan barang yang kemudian disewakannya kembali kepada nasabah, dan dapat pula digunakan untuk membiayai pembelian barang yang kemudian disewakannya kepada nasabah.
     Pada leasing biasanya masih dibutuhkan jaminan tertentu, sedangkan pada sewa menyewa dan pada ijarah tidak ada jaminan tersebut. Kalau pun diminta jaminan pada sewa dan pada ijarah biasanya berupa security deposit (titipan jaminan pembayaran sewa). Sedangkan pada leasing diminta jaminan berupa personal guarantee, fisudia terhadap barang modal yang bersangkutan, kuasa menjual barang modal, dan lain-lain. Pada pembiayaan ijarah, karena bentuknya adalah penyediaan uang atau tagihan, sama dengan bentuk kredit, jaminan yang diminta sama dengan jaminan pada kredit. Bentuknya dapat berupa APHT, fisudia, cessie, guarantee, dan lain-lain.

K. Beda IMBT, Sewa Beli, Pembiayaan IMBT dan Leasing
     IMBT meruopakan kependekan dari Ijarah Mumtahiya bit Tamlik. Pembiayaan IMBT  tidak sama dengan IMBT, begitupun IMBT tidak sama dengan sewa beli, dan tidak sama pula dengan leasing. Dalam sewa beli, lessee otomatis jadi pemilik barang di akhir sewa. Dalam IMBT, janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang hukumnya tidak mengikat. Bila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai. Sedangkan pada leasing, kepemilikan lessee tersebut hanya terjadi bila hak opsinya dilaksanakan oleh lessee. Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT paling tidak mempunyai dua pilihan. Pertama, besarnya angsuran bulanan IMBT yang harus dibayarkan nasabah kepada bank telah memasukan komponen nilai perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa ijarah nilai perolehan barang IMBT  yang masih tersisa telah nihil. Dalam hal ini, meskipun secara teori fikih dikatakan hukumnya tidak mengikat untuk memindahkan kepemilikan barang tersebut, namun secara praktik bisnisnya barang tersebut akan diserahkan kepemilikannya kepada nasabah. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip dengan sewa beli  dibandingkan dengan leasing.
     Kedua, besarnya angsuran bulanan IMBT yang harus dibayarkan nasabah kepada tidak memasukan komponen nilai perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa ijarah nilai perolehan barang IMBT yang masih tersisa tidak nihil (biasanya disebut nilai residu). Dalam hal ini, bila nasabah membayar nilai residu tersebut maka bank akan memindahkan kepemilikannya pada nasabah. Namun bila nasabah belum membayar nilai residunya, bank belum memindahkan kepemilikan tersebut. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip dengan leasing dibandingkan dengan sewa beli.
     Pihak lessor dalam leasing hanya bermaksud untuk membiayai perolehan barang modal oleh lessee, dan barang tersebut tidak berasal dari pihak lessor, tapi dari pihak ketiga atau dari pihak lessee sendiri. Pada sewa beli, lessor bermaksud melakukan semacam investasi dengan barang yang disewakannya itu dengan uang sewa sebagai keuntungannya. Karena itu, biasanya barang tersebut berasal dari pemilik pemberi sewa sendiri. Pada IMBT keduanya dapat terjadi, menyediakan barang sewa dengan cara menyewa, kemudian menyewakannya kembali. Juga dimungkinkan menyediakan barang sewa denmgan membeli kemudian menyewakannya.
     Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT dapat saja membiayai penyewaan barang kemudian barang tersebut disewakan kembali, dan dapat pula membiayai pembelian barang kemudian barang tersebut disewakan. Yang jelas pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT, bukan akad IMBT itu sendiri.
     Terakhir, leasing boleh dilakukan oleh perusahaan pembiayaan sedangkan sewa beli tidak termasuk kegiatan lembaga pembiayaan. Pembiayaan IMBT boleh dilakukan oleh bank syariah, sedangkan sewa beli, leasing, IMBT tidak termasuk kegiatan bank syariah.


No comments:

Post a Comment